PEMBERANTASAN KORUPSI di INDONESIA
Oleh :
1. .....................................
2. .......................................................................................................
TAHUN PELAJARAN
2012-2013
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan mamkalah PKn tentang “Pemberantasan
Korupsi di Indonesia”
Penulisan
makalah ini diambil dari berbagai sumber diantaranya, buku diktat PKn dan juga
sumber lain di internet sesuai standart
yang telah ditetapkan.
Makalah
ini kami susun dengan harapan agar kami dapat lebih mudah memahami materi ini. Dan juga agar kami bisa menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat, bangsa, maupun negara.
Akhirnya,
kami ucapkan terima kasih. Mohon maaf atas segala kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat kami perlukan agar
kami dapat meningkatkan kualitas makalah kami ini.
Rogojampi, Desember 2012
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
BAB II
BAB III Penutup
BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Di dalam hiruk-pikuk
masyarakat dunia termasuk di Indonesia, dewasa ini terjadi tindak criminal yang
sudah membudaya dan sangat kronik.
Suatu tindakan dapat
digolongkan korupsi, kalau tindakan itu merupakan penyalahgunaan sumber daya
public, yang tujuannya untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok .
Hasil survey (2004) Political and Economic Risk Consultancy Ltd.
(PERC) menyatakan bahwa korupsi di Indonesia menduduki skor 9,25 di atas
India (8,90), Vietnam (8,67), dan Thailand (7,33). Artinya, Indonesia masih
menjadi Negara terkorup di Asia. Apabila banyak upaya baik tingkat legislative,
yudikatif, maupun eksekutif untuk memberantas korupsi, maka timbul pertanyaan
apakah korupsi telah membudaya? Mampukah Sistem
Pendidikan Nasional dijadikan strategi pemberantasan korupsi di Indonesia?
Merujuk
pada permasalahan tersebut dan fenomena yang berkembang selama ini, maka kajian
ini dipikir penting untuk mendeskripsikan dan dijadikan salah satu strategi
pemberantasan korupsi di Indonesia.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana
mengatasi korupsi di lingkungan Negara maupun masyarakat?
b. Apa dampak
korupsi di masyarakat?
c. Apa
penyebab korupsi?
3. Tujuan
§ Salah satu upaya untuk
menghilangkan budaya korupsi
§ Menyadarkan masyarakat
§ Mendidik generasi muda
agar tidak melakukan tindak pidana korupsi sehingga dapat memajukan negara
BAB II
1. Pemberantasan Korupsi di
Indonesia
Pemberantasan
korupsi di Indonesia dapat di bagi menjadi 3 periode, yaitu Orde Lama, Orde
Baru, dan Era Reformasi
a. Orde Lama
Dasar hukum:
KUHP (awal) UU 24 tahun 1960
Antara
1951-1956 isu korupsi mulai diangkat oleh Koran local seperti Indonesi Raya
yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan
Abdulgani menyebabkan Koran tersebut dibredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah
peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi pertama di Indonesia, dimana atas
intervensi PM Ali Sostroamidjodjo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri,
gagal ditangkap oleh polisi militer. Sebelumnya, Lie Hok Thay mengaku memberikan
satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos
cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan menteri penerangan
cabinet Burhanuddin Harahap (cabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan
direktur percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.
Mochtar
Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap
sebagai musuh Soekarno.
Nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang
sebagai titk awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal A.H.
Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil
nasionalisasi di bawah penguasa darurat militer justru melahirkan korupsi
ditubuh TNI.
Jenderal
nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang
berhasil.
Kolonel
Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus
korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S. parman, M.T. Haryono, dan
Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima
Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto
saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Soeharto
ke Seskoad di bandung. Kasus ini membuat D.I. Panjaitan
menolak pencalonan Soeharto menjadi ketua senat Seskoad.
b. Orde Baru
Korupsi
orde baru dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.
c. Era Reformasi
Dasar
hukum: UU 31 tahun 1991, UU 20 tahun 2001
Pemberantasan
korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi:
ª Tim Pemberantas Tindak
Pidana Korupsi
ª Komisi Pemberantasan
Korupsi
ª Kepolisian
ª Kejaksaan
ª BPKP
ª Lembaga non-pemerintah:
media massa, organisasi massa (mis: ICW)
2. Model Upaya Pemberantasan Korupsi
Dengan adanya pemerintahan
yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan terbentuk sebagai hasil
dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah terbentuknya pemerintahan
yang kuat, artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan berbagai
macam kebijakan pemberantasan tindak KKN sebagai Common Enemy, sama dengan apa
yang diharapkan oleh rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan
pengawasan-pengawasan social terhadap pemerintahan. Dalam menentukan langkah kebijakan
yang akan dilakukan adalah:
¨ Mengerahkan seluruh
stakeholder dalama merumuskan visi, misi, tujuan, dan indicator terhadap makna
KKN
¨ Mengerahkan dan
mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN
sebagai paying hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi
efek jera, pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak
korupsi, dsb.
¨ Melaksanakan dan menerapkan
seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksnakan penegakkan hukum tanpa
pandang bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum yang telah
ditentukan dan tegas.
¨ Melaksanakan evaluasi,
pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau membuat mekanisme yang
dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional lebih
independent.
Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai
yaitu pemerintahan yang bersih dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik
dengan melaksanakan seluruh langkah dengan komitmen dan integritas terutama
dimulai dari kepemimpinan dalam pemerintahan sehingga apabila belum tercapai
harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah yang telah
ditentukan dimana kkelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.
3. Strategi
Pemberantasan Korupsi melalui Pendekatan Pendidikan
Proses pendidikan
merupakan suatu proses pembudayaan dan membudaya. Jika korupsi merupakan suatu
gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka dalah tanggung jawab moral
pendidkan nasional untuk membenahi sebagai upaya pemberantasan korupsi. Korupsi
adalah pelanggaran moral, oleh sebab itu merupakan bagian dari tanggung jawab
moral dan akademis dari pendidikan nasional untuk memberantasnya.
Selain UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak
criminal korupsi, diperlukan juga aturan pendukung sebagai bagian dari system
di Indonesia yang diarahkan sebagai usaha preventif dan partisipatif dalam
pelaksanaannya yaitu SISDIKNAS. Hal ini berarti SISDIKNAS selain bertujuan
seperti yang telah dirinci dalam UU NO. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional, perlu secra eksplisit ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan untuk
menghilangkan ketimpangan-ketimpangan yang ada dalam masyarakat. SISDIKNAS
haruslah secara proactive menciptakan suatu masyarakat yang demokratis, dan lembaga
pendidikan haruslah menegakkan discipline, yaitu discipline dalam kehidupan
bernegara dan masyarakat yang prularis dan multicultural.
4. Upaya Pemberantasan
Korupsi di Indonesia KPK
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan komisi di Indonesia yang dibentuk pada
tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di
Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada undang-undang nomor 30 tahun
2002 mengenai komisi pemberantasan korupsi. Saat ini KPK dipimpin ole 4 orang
wakil ketuanya, yakni Chandra M. Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mohammad Jasin,
Hayono Umar, setelah perpu Plt. KPK ditolak DPR.
a. Penanganan Kasus
Korupsi oleh KPK
x 16 Januari mantan kapolri
Rusdiharjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua karena terlibat kasus dugaan
korupsi pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai dubes
RI di Malaysia. Dugaan kerugian Negara sekitar 15 M. Rusdihardjo divonis 2
tahun penjara.
x 14 februari direktur hukum
BI Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak ditahan karena mereka menjadi tersangka
dalam penggunaan dana YPPI sebesar 100 M. mereka masing-masing dihukum 4 tahun
penjara
x 10 april gubernur BI
BUrhanuddin Abdullah ditahan karena diduga telah menggunakan dana YPPI sebesar
100 M. dia divonis 5 tahun penjara
x 27 november Aulia Pohan,
Maman Sumantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin ditahan akibat diduga
terlibat dalam pengucuran daana YPPI sebesar 100 M.
x dll.
b. Peraturan
Perundang-undangan yang Terkait dengan KPK
a UU No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi
a UU No. 28 thun 1999 tentang
penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN
a UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidaan
korupsi
a Peraturan Pemerintah tentang tata cara pelaksanaa peran
serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahaan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi
a UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi
a UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak
pidana korupsi
a UU No. 15 tahun 2002
tentang tindak pidana pencucian uang
a Peraturan pemerintah nomor
63 tahun 2005 tentang system manajemen sumber daya manusia KPK
5. Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Korupsi
Korupsi mencakup
penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga
penyalahgunaan yang menghubungkan sector swasta dan pemerintahan seperti
penyogokan, pemerasan, campur tangan, dan penipuan
a. Penyogokan: pesogok dan penerima sogok
Korupsi memerlukan dua
pihak yang korup, yaitu penyogok dan penerima sogok. Pada beberapa Negara,
budaya penyogokan mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari, meniadakan
kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
b. Sumbangan kampanye
dan “uang lembek”
Pada
arena politik sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi. Namun, lebih sulit
lagijika diharuskan membuktikan ketiadaannya. Oleh karena itu, banyak gossip
yang mengaitkan korupsi dengan seorang polisi.
c. Tindakan korupsi
sebagai alat politik
Peristiwa
ini sering terjadi pada kondisi para politisi mencari cara untuk mencoreng
lawan mereka dengan tuduhan korupsi.
d. Mengukur korupsi
Mengukur
korupsi dalam arti atau makna statistic. Untuk membandingkan beberapa Negara
secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelaku pada umumnya ingin bersembunyi.
Lembaga Transparasi Internasional dan beberapa LSM terkemuka di bidang anti
korupsi menyediakan tiga tolak ukr korupsi yang ditertibkan setiap tahun.
Ketiga tolak ukur tersebut adalah:
1.
Indeks presepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa
korup Negara-negara ini)
2.
Barometer korupsi global (berdasar survey pandangan rakyat terhadap pengalaman
mereka tentang korupsi)
3.
Survei pemberi sogok yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing
member sogokan. Bank dunia juga mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi,
termasuk sejumlah indicator pemerintahan.
6. Penyebab Korupsi
Merajalela di Indonesia
Di
Indonesia, tindakan korupsi dapat disebabkan atau didukung oleh hal-hal
berikut:
1.
Konsentrasi kekuasaan pada si pegambil keputusan yang tidak bertanggungjawab
langsung kepada rakyat, seperti yang terlihat di rezim-rezim yang bukan
demokratis.
2. Kurangnya
transparasi pada pengambilan keputusan pemerintah
3.
Kampanye politik mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan normal
4.
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar
5. Lemahnya
ketertiban hukum
6.
Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa
7. Gaji pegawai
pemerintah sangat kecil
8. Rakyat yang
cuek, tidak tertarik atau mudah dibohongi, yang gagal member perhatian cukup ke
pemilu
9. Tidak ada
control yang cukup untuk mencegah penyuapan
10. Mental aparatut
11. dll.
7. Dampak Korupsi di Berbagai Bidang
a. Bidang Ekonomi
1. Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Chetwynd et al (2003),
korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing.
2. Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan
pemerintah dalam menjalankan program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan
pemerintah terhadap masyarakat mengalami penurunan. Layanan publik cenderung
menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat merasakan bahwa
segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal.
3. Sebagai akibat dampak pertama dan
kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan
kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan
meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
b. Bidang Kesejahteraan Rakyat
1. Korupsi menyebabkan Anggaran
Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Akibatnya, Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan
pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Hal ini
tentu saja akan menimbulkan keresahan masyarakat.
2. Korupsi juga berdampak pada
penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual maupun masyarakat secara
keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan
aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan
kepedulian terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal
sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society,
yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu,
maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan
perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran
dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan). Terkait dengan hal
tersebut, Uslaner (2002)
menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki
tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang
kuat di antara ketiganya.
Dampak Korupsi Bagi Rakyat Miskin
Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi
kehidupan masyarakat miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan
Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan
anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah
satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak
mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut ; harga-harga
kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal,
dan pengangguran bertambah.
Sesungguhnya korupsi memiliki beberapa dampak yang sangat
membahayakan kondisi perekonomian sebuah bangsa. Dampak-dampak tersebut antara
lain:
Pertama, menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Chetwynd et al (2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi.
Baik investasi domestik maupun asing. Mereka mencontohkan fakta business
failure di Bulgaria yang mencapai angka 25 persen.
Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.Yang juga tidak kalah menarik adalah riset yang dilakukan oleh Mauro (2002).
Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.Yang juga tidak kalah menarik adalah riset yang dilakukan oleh Mauro (2002).
Setelah melakukan studi terhadap 106 negara, ia
menyimpulkan bahwa kenaikan 2 poin pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala
0-10) akan mendorong peningkatan investasi lebih dari 4 persen. Sedangkan
Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada setiap kenaikan 1 poin IPK, GDP
per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen setelah melakukan
kajian empirik terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004. Tidak hanya itu.
Gupta et al (1998) pun menemukan fakta bahwa penurunan skor IPK sebesar 0,78
akan mengurangi pertumbuhan ekonomi yang dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8
persen. Ini menunjukkan bahwa korupsi memiliki dampak yang sangat
signifikan dalam menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.<.div>
Kedua, korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal.
Sebaliknya, pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, maka layanan publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi mengalami peningkatan.
Ketiga, sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Keempat, korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Kedua, korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal.
Sebaliknya, pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, maka layanan publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi mengalami peningkatan.
Ketiga, sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa
peningkatan IPK sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4
poin. Artinya, kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan
semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari
masyarakat umum kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok
kaya akibat korupsi.
Keempat, korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan
hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang
kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi
negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity
feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf
(pakaian ketakutan).
Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara
dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan
kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
Dampak negative korupsi:
1. Korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dengan
cara menghancurkan proses formal
2. Korupsi dpat memprsulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas
pelayanan pemerintahan
3. Korupsi merugikan rakyat luas dan menguntungkan salah satu pihak yaitu
pemberi sogok.